The Day 2

Semua urusan yang berkaitan dengan keberangkatan saya lancaaar banget. Ga ada satu pun hal yang menghambat.

Pagi di hari keberangkatan, Bapak bicara panjang dengan dia, si anak dari saudara jauh yang kepingin besanan.

"Anter sampe dalem asrama pondok gede. Tungguin sampe semuanya beres. Gw ga bisa nganterin," pesan Babeh padanya.

Yup! Kesehatan bapak semakin menurun. Pagi itu, sampai turun tangga rumah pun bapak ga sanggup.

Setelah saya selesai sholat sunnah 2 rakaat, Bapak cuma peluk saya, dan minta maaf.
Terus kita nangis sesegukan berdua.
Yang pergi saya. Yang mungkin ga balik lagi itu saya. Tapi bapak yang ngucap maaf.

Di hari-hari terakhir menjelang keberangkatan, kami memang bicara panjang. Soal rahasia-rahasianya. Soal sakit hatinya. Soal piutang orang padanya. Soal semua keikhlasannya. Dan betapa bapak mau saya siap untuk semuanya. Kalimat-kalimat penuh penekanan yang diawali dengan "Jadi ... kalo nanti ... begini, lu harus ngarti. Lu harus ...".

Sebagian sudah saya tau. Sebagian lagi saya ga sanggup nerima. Saya bilang saya marah.
Hampir saya lupa, rahasia-rahasia itu bapak simpan lama. Dan entah kenapa bapak pilih bercerita menjelang hari keberangkatan saya.

19 Januari 2004.
Jam 08.00 saya berangkat. Bapak tetap di rumah. Lelaki yang dititipkannya saya padanya ikut beserta saya.

Sampai di asrama masih siang. Semua urusan dokumen keberangkatan tidak ada masalah. Semua lengkap dan prosesnya lancar. Alhamdulillah.

Saya sempat berjalan-jalan sekitar asrama, sibuk bercerita, sibuk memeriksa perlengkapan yang harus kami bawa. Pesawat kami berangkat jam 3 dinihari, 20 Januari 2004, nanti. Masih banyak waktu untuk merasakan udara Jakarta yang penuh polusi tapi lengket di hati ini (tsaaah.... hidup betawi!).

Maghrib.
Kami sudah berkumpul di kamar. Bersiap untuk sholat jama'ah.
Entah kenapa dada saya sesak.
Sedih luar biasa. Dan saya menangis sejadi-jadinya.

Satu ruangan kaget. Karena sebelumnya saya baik-baik aja. Ibu-ibu mendekat. Memeluk. Mengusap kepala. Mengelap air mata saya.
Pertanyaan "Kenapa neng?" Ga bisa saya jawab. Karena saya juga ga tau kenapa.
Saya sediiiih. Itu aja.

Entah berapa lama saya menangis tanpa sebab, sampai akhirnya lampu dimatikan. Kepala rombongan minta kami beristirahat. Saya ga bisa tidur.



Comments

Popular posts from this blog

Insecure

Cara mengoles racun kodok di mata panah 😫

#maslepasseragam